INSPIRASI DARI SEBUAH KESUKSESAN
Ketukan pintu dari luar ruanganku
membuyarkan kesibukanku, dengan sebal aku pun membuka pintu.
“Andri ngapain kamu ketuk-ketuk pintu, aku
lagi sibuk nih!”. Ternyata itu Andri salah satu staff di kantorku.
“Ini pak, dibawah ada tamu mau ketemu sama
bapak, katanya penting sekali”.
“Siapa sih, aku lagi sibuk juga”. Kesalku.
Aku pun terpaksa turun ke lantai dasar
untuk mendatangi tamu tersebut. Sesampainya dibawah ku lihat ada seorang
berpakaian rapi dan memakai dasi, ketika melihatku diapun langsung
menghampiriku.
“Anda pak Dimas, pimpinan perusahaan QSPC
Group?”. Tiba-tiba saja pria berdasi ini menjabat tanganku dan langsung
bertanya.
“iya, memangnya ada apa?”. Jawabku sedikit
penasaran.
“Bisakah anda ikut kami, Ada seseorang yang
mau bertemu anda karena ada. pembicaraan penting yang harus ia sampaikan”. Kali
ini dia tiba-tiba menyuruhku.
“Memangnya ada pembicaraan apa? Siapa juga
orang itu, kita bicaranya disini saja”. Ucapanku agak meninggi.
“Maaf pak ini pembicaraan rahasia dan juga
ini menyangkut tentang karir anda”. Ucapannya membuatku sedikit was-was.
Akhirnya aku pun ikut menurutinya, aku pun
disuruh menaiki mobil sedan berwarna hitam miliknya.
“Andri nanti kamu omongin ke si Candra sama
si Vera buat ambil berkas-berkas di meja saya terus suruh mereka ketik semua.
Bilangin hari ini harus selesai”. Ucapku pada Andri sebelum menaiki mobil.
“Siap pak”. Jawabnya dan langsung beranjak
pergi.
Mobil yang kunaiki pun langsung melesat
melewati jalanan padat Kota Bandung. Sepanjang perjalanan perasaanku sangat
tidak enak sambil bertanya-tanya ada kejadian apa karena aku tak tahu apa yang
terjadi. Aku takut ini ada hubungannya dengan perusahaanku. Padahal perasaan
perusahaanku tidak ada masalah apa-apa, dari dulupun perusahaanku tidak pernah
terkena kasus apapun.
Setelah perjalanan sekitar setengah jam,
mobil yang kunaiki berbelok ke sebuah rumah yang cukup besar. Ketika turun dari
mobil aku melihat ada seseorang berpakaian jas sudah menungguku di depan rumah
itu, aku pun berjalan menghampirinya.
“Selamat datang pak Dimas, silahkan masuk”.
Sapanya sambil menjabat tanganku. Aku pun masuk ke rumah itu dan duduk
barhadapan dengan pria berjas dan pria berdasi tadi. Tapi karena aku sangat
penasaran aku pun membuka pembicaraan.
“Maaf pak, tapi sebelumnya ini ada apa yah.
Dari tadi saya disuruh-suruh gak jelas tapi saya gak tau ada apa ini, bisa anda
jelaskan ada pembicaraan apa yang mau kalian disampaikan”. Lagi-lagi ucapanku meninggi.
“Oh baik pak, maaf kalau sebelumnya telah membuat
bapak bingung. Perkenalkan nama saya Hendra sanjaya dan pria orang disamping
saya namanya adi santoso”. Akhirnya pria berjas itu memperkenalkan diri.
“Begini, kami disini disuruh oleh pak
Presiden untuk mnyampaikan suatu pesan kepada anda”. Tambah pria berdasi
disampingnya.
“Pak Presiden? Buat apa Presiden
nyari-nyari saya. Emangnya saya siapa?”. Gumamku dalam hati.
“Dalam melakukan Resuffle kabinet, Presiden
kita akan mengganti beberapa menterinya, dan kami disuruh menyampaikan kepada
anda bahwa pak Dimas diberi kehormatan untuk mengganti Menteri Perdagangan yang
sekarang”. Penjelasan dari pak Hendra benar-benar membuatku kaget dan tidak
percaya atas apa yang dijelaskannya.
“Yang bener pak, gak bercanda nih.
Memangnnya saya cocok jadi Menteri Perdagangan Indonesia?”. Balasku tak percaya.
“Iya pak, bapak akan menjabat sebagai
Menteri Perdagangan. Karena pak Presiden melihat kemampuan bapak dalam
mengembangkan perusahaan bapak di bidang elektronik sehingga bisa menyaingi
perusahaan-perusahaan luar negeri”. Kali ini pak Adi yang menjawabnya.
“Karena itu Minggu depan bapak nanti datang
di pertemuan para calon Menteri di istana Presiden”. Ucap pak Hendra.
Setelah pembicaraan yang cukup panjang
antara aku dan mereka berdua perihal apa saja yang harus kulakukan, aku pun
dipersilahkan oleh mereka unuk pulang.
“Pak Dimas mau diantarkan saya pulang gak?
Nanti keburu malam loh”. Tawar pak Hendra.
“Gak perlu pak, tadi saya sudah telepon
sopir saya, bentar lagi juga datang”. Jawabku sambil menjabat tangannya.
Setelah mobilku datang, akupun segera
berangkat pulang. Setelah kusandarkan badanku aku pun menelpon Candra untuk
menanyakan tentang berkas-berkasku.
“Candra berkas-berkas tadi udah diketik
semua belum?”. Tanyaku ketika telepon telah tersambung.
“Dari tadi juga udah pak”. Jawabnya sangat
santai.
“Sekarang kamu dimana?”. Aku kembali
bertanya.
“Udah pulang pak, memangnya ada apa pak?”.
“Gak, kalau kamu masih di kantor aku akan suruh
ambil tasku. Tapi gak apa-apa lah kalau kamu udah pulang”. Ucapku
Seketika
saja setelah aku menutup teleponku terdengar adzan Maghrib, akupun menyuruh
sopirku untuk menepi dulu.
“Pak kalau didepan ada masjid, kita
berhenti dulu sambil istirahat sama sholat Maghrib”. Pintaku
“Baik pak”.
Mobil pun segera menepi di sebuah masjid yang
cukup luas. Kuambil air wudhu dan segera melaksanakan sholat Maghrib berjamaah.
Setelah melaksanakan sholat, hatiku terasa sangat tenang dan tentram. Akupun
memanjatkan beribu-ribu do’a kepada sang maha pencipta atas segala anugerah
yang sangat melimpah yang telah ia berikan kepadaku. Aku sangat bersyukur
karena Allah selalu memberikan ni’mat tanpa batas kepada hamba-hambanya yang
taat. Terbayang dalam benaku seluruh kesuksesan yang telah kuraih tidak lain
adalah anugerah yang telah Allah berikan.
Disaat kupanjatkan doa, tak terasa air mataku
ini berjatuhan. Aku merasakan kekhusyuan yang sudah lama tidak aku rasakan.
Sejak tiga puluh tahun yang lalu saat masa-masa dipesantren dulu aku tidak
merasakan begitu ni’matnya melakukan ibadah.
Karena bayangan itulah pikiranku pun
kembali bernostalgia ke masa-masa tak terlupakan saat dipesantren dulu.
Masa-masa dimana aku menemukan jati diriku yang sebenarnya. Tidak hanya
mendapatkan beribu-ribu ilmu, disana jugalah aku mendapatkan suatu inspirasi
yang membuatku bisa menjadi sekarang ini. Sampai sekarang aku pun masih ingat
kejadian itu, kejadian kecil namun sangat berharga karena dapat memutar daya
pikirku seratus delapan puluh derajat.
Sejak kecil aku tergolong anak yang cukup
pintar. Ketika Sekolah Dasar pun aku beberapa kali mendapatkan peringkat
pertama. Namun aku memiliki suatu kelemahan yaitu sangat pemalu. Bahkan jika
pada saat pengumuman ranking di sekolah, aku selalu kabur karena malu disuruh
naik kepanggung.
Setelah lulus dari SD aku menginginkan
masuk ke sebuah SMP unggulan di kotaku. Tapi orang tuaku justru lebih memilih
memasukanku ke sebuah pesantren dan sekolah di sebuah Madrasah Tsanawiyah
disamping pesantren itu. Meski tidak terima aku terpaksa mengikuti keinginan
orang tuaku ini.
Kehidupan di pesantren yang sangat berbeda
dengan kehidupan di rumah membuatku tak betah. Tapi setelah lama-kelamaan
akupun mulai terbiasa karena mendapatkan berbagai teman bari berbagai kota di
Indonesia. Akhirnya kehidupan di pesantren kujalani seperti biasa.
Setelah dua tahun mesantren aku mengalami
suatu kejadian yang membuatku berubah. Kejadian itu berawal saat pengajian
Shubuh.
Saat itu pak kiai tidak masuk ke kelas
karena ada tamu, kami pun melakukan kegiatan masing-masing. Ada yang menghafal,
membaca kitab, ngobrol bahkan ada yang tidur. Sementara itu aku justru sibuk
mengerjakan PR Matematika yang belum kukerjakan.
“Kamu lagi nulis apa mas?”. Tanya Fahmi,
teman sekelasku di pesantren dan di sekolah.
“Lagi ngerjain PR Matematika”. Jawabku
“Emang kamu udah ngerjain?”. Kali ini aku
nanya balik sambil menghadapkan pandanganku padanya.
“Aku sih bukan gak mau ngerjain, tapi kamu
juga tahu kan aku paling gak bisa sama pelajaran Matematika. Nanti ajah aku
lihat PR kamu disekolah ya”. Jawabnya sambil nyengir
“Huh dasar, enak ajah main
nyontek-nyontek”. Sanggahku
Meskipun sudah masuk pesantren, tapi aku
tetap mempertahankan prestasi. Di pesantren saja aku bisa jadi peringkat
pertama.
“Fahmi!!!”. Panggilan Hendi KM kelasku. Aku
dan Fahmi pun menoleh.
Hendi adalah sosok yang cukup kukagumi. Bukan
karena kepintarannya, tapi karena dia selalu berperan aktif dimana pun ia
berada, di sekolah saja dia menjabat sebagai ketua OSIS. Ia pernah bilang
padaku bahwa cita-citanya ingin jadi Bupati, karena itu dia selalu aktif dalam
setiap organisasi
“Ada apa?”. Tanya Fahmi.
“Antar aku Nyari guru yu, pak kiai nya gak
bakal masuk lagi ada tamu”. Ajak Hendi
Di pesantrenku jika kiai sedang berhalangan
maka KM akan berinisiatif mencari guru pengganti, biasanya para pengurus atau
santri yang lebih senior.
“Ayo, Mas kamu mau ikut gak?”. Kali ini
Fahmi mengajaku.
“Gak ah, ini PR ku belum beres semua”.
Jawabku menolak.
Fahmi pun pergi sama Hendi nyari guru ke
kantor, sementara aku kembali disibukan mengerjakan PR.
Tak lama berselang PR ku akhirnya selesai
dikerjakan, akupun menutup buku Matematikaku. Tapi disaat aku akan memasukan
bukuku ke tas, tiba-tiba saja Fahmi lompat kesampingku dan membuatku kaget.
“Ngapain sih! Bikin kaget ajah, katanya mau
nyari guru”. Bentaku yang lagi-lagi dibalas cengiran.
“Udah kok, bentar lagi juga datang”.
Jawabnya.
“Siapa emang, bang Ari lagi?. Tanyaku.
“Bukan, lihat ajah nanti”. Jawab Fahmi
Tiba-tiba saja seseorang yang tak ku kenal
masuk ke kelas dan duduk di bangku guru.
“Itu siapa mi?, kok aku gak kenal”. Kembali
aku bertanya pada si Fahmi
“Tadi pas aku mau nyari guru sama si Rendi,
aku malah ketemu sama Pak kiai yang lagi ngobrol sama si Abang ini, terus pak
kiai malah nyuruh orang ini buat ngajar kelas kita”. Penjelasan Fahmi pun
menjawab pertanyaanku.
“Sekarang ngaji apa?”. Tiba-tiba saja si
Abang ini bertanya yang membuat kita semua menolehnya.
“Ngaji Jurumiah Bang”. Jawab Hendi.
“Bang mendingan abang perkenalan ajah”.
Tiba-tiba Fahmi nyerocos
“Ia bang, mendingan abang perkenalan ajah”.
Kali ini Ardi yang ngomong, semuanya tampak setuju.
“Ya
udah sekarang abang perkenalan dulu ajah, Setuju?”. Jawabannya membuat kami
semua senang.
“Setujuuuuu”. Jawab semua serempak.
“Perkenalkan nama abang Ahmad Septian
Mubarok, panggil ajah Bang Septi kalau gak panggil Kak Septi, apa ajah boleh
lah Asal jangan panggil Pak Septi sayakan masih muda”. Ucap bang Septi, kami
semua pun tertawa.
“Bang septi alumni pesantren ini kan?”.
Tanya Suherman
“.Iya abang pernah mesantren disini selama
6 tahun, dua tahun yang lalu abang keluar karena mau melanjutkan sekolah ke
perguruan tinggi. Sekarang abang kuliah di UGM Yogyakarta fakultas hukum”. Kami
terpana mendengarnya, UGM memang salah stu Universitas paling terkemuka di
Indonesia dan bang Septi bisa masuk ke UGM itu prestasi yang sangat hebat.
“Wih hebat, bisa ngambil fakultas hukum di
UGM. Emang abang cita-citanya mau jadi apa?”. Hendi pun akhirnya bertanya.
“Cita-cita abang mau hidup dalam dunia
politik”. Jawabnya
“Wah, kalau saya mau jadi bupati bang”.
Ucap Hendi tampak semangat
“Nah bagus, kalau yang lain cita-cita
kalian mau jadi apa?”. Pertanyaan bang Septi membuat kami terdiam tanpa ada
yang menjawab satu pun.
“Loh kok pada diam, apa yang lainnya gak
punya cita-cita”. Kami masih terdiam
“Disini siapa ranking satunya”. Pertanyaan
Bang Septi membuat aku was-was.
“Dimas bang….”. jawab semua serempak, aku
pun terpaksa mengacungkan tangan.
“Dimas apa cita-cita kamu?”. Aku tidak
menjawab.
“Kok malah diam, masa pintar-pintar gak
punya cita-cita”. Kali ini bang Septi menyindirku.
“Terserah gimana nanti ajah bang”. Aku
memberanikan diri untuk menjawab pertanyaan bang Septi, yang lain malah
tertawa.
“Loh kenapa terserah, memang kamu gak bakal
nyesel nanti kalau udah besar”. Ucapannya lagi-lagi menyindirku.
“Nih biar abang jelasin, itung-itung sebagai
motivasi buat kalian semua, khususnya buat kamu Dimas”. Aku hanya bisa
tertunduk malu.
“Dalam surat al hasyr ayat 16 dijelaskan
bahwa kita sebagai umat islam harus melakukan tiga perkara, salah satunya
memikirkan apa yang harus dilakukan di masa depan. Dalil tersebut menjelaskan
kepada kita bahwa kita harus bisa memikirkan tentang rencana kita akan jadi apa
kalau sudah besar. Kalian kan gak akan selamanya kecil, kalian pasti akan
merasakan jadi orang dewasa, menkah lalu punya anak. Nah kalian harusnya sudah
bisa merencanakan tentang target kalian nanti”.
“Banyak diluar sana gagal menjadi orang
sukses karena tidak mempunyai keinginan. Bahkan survei membuktikan bahwa orang
yang waktu kecilnya menuliskan seluruh cita-citanya dan menempelkannya di kamarnya
lebih sukses dibandingkan dengan orang yang waktu kecilnya tidak punya
cita-cita”.
“Kalian terserah mempunyai cita-cita mau
menjadi apa, Mau menjadi dokter, ustadz, guru, pengusaha, apapun yang kalian
sukai. Tapi ingat ada satu pesan dari abang, yaitu setiap cita-cita yang kalian
inginkan tidak boleh lepas dari tiga perkara”.
“Pertama, kalian harus menjadi orang yang
sukses alias jangan jadi sampah masyarakat. Kedua, cita cita kalian harus
berguna bagi kepentingan agama islam. Dan ketiga, Cita-cita kalian harus
maslahat untuk kehidupan kalian di dunia dan di akhirat”.
Perkataan bang Septi sangat berbekas dalam
benaku. Aku tertegun mendengarkan penjelasan panjang lebarnya. Memang dari dulu
aku belum pernah memikirkan mau jadi apa aku nanti kalau sudah besar. Karena
peristiwa itulah membuat ucapan bang Septi terus terngiang-ngiang dalam
pikiranku.
Tapi sewaktu aku sekolah, aku pergi ke
mushola sekolah dan melaksanakan sholat dhuha. Setelah berdo’a tiba-tiba saja
sebuah pemikiran baru muncul dalam otaku. Rasa ingin berubah menjadi lebih baik
pun akhirnya muncul begitu saja. Seketika aku langsung masuk kelas, kubuka buku
dan mulai menuliskan angan-angan yang ingin kucapai.
Dari situlah satu persatu hal-hal yang ku inginkan
berhasil kulakukan. Aku mulai memperdalam hobiku yang sempat terpendam.
Sebenarnya dari kecil aku suka mengotak-atik mesin, dari situlah aku mulai
berfikir untuk bercita-cita menjadi pengusaha di bidang elektronik.
Setelah lulus MTS akupun berencana masuk ke
SMA Negeri yang jaraknya cukup jauh dari pesantrenku. Meski kebanyakan teman-temanku
banyak yang meneruskan di Aliyyah karena jaraknya yang dekat, aku tetap
berkeinginan untuk sekolah di SMA Negeri tersebut.
Disana aku mengikuti Beberapa organisasi
seperti Jurnalis dan Rohis. Tapi aku tetap memfokuskan diri belajar agar bisa
masuk ke perguruan tinggi negeri. Hasilnya aku masih bisa mempertahankan
prestasi di kelasku, bahkan aku berhasil menjuarai Olimpiade Fisika se
Kabupaten. Dan di akhir kelas tiga aku berhasil menjadi siswa dengan nilai UN
tertinggi.
Tidak hanya di sekolah, di pesantren pun
aku tetap fokus belajar. Aku lebih sering memperdalam ilmu tauhid dan ilmu
fiqih karena aku membutuhkan ilmu tersebut sebagai bekalku nanti jika aku sudah
keluar dari pesantren.
Tak terasa olehku bahwa pada akhirnya semua
hal yang dulunya hanya menjadi angan-anganku saja kini telah tercapai. Kini aku
mendirikan sebuah perusahaan di bidang elektronik, dan sebentar lagi aku akan
menjabat menjadi Menteri Perdagangan Indonesia. Sungguh impian yang sebelumnya
tak pernah kuduga.
“Pak, kita lanjutkan perjalanan”. Tiba-tiba
saja sopirku membuyarkan lamunanku.
Akhirnya akupun menaiki mobiku dan kembali
melanjutkan perjalanan. Mobilku pun melesat di jalanan kota Bandung yang penuh
dengan gemerlap lampu-lampu jalan.
Contoh cerpen inspirasi "INSPIRASI DARI SEBUAH KESUKSESAN"
Reviewed by Unknown
on
Friday, December 16, 2016
Rating: